15/07/09

Cha Selimuti Hatimu dengan Tanganku


Saya mengirimkan sejumlah sajak bertema cinta ke Majalah Sastra Horison kemudian dimuat edisi Juni 2009. Penyair sekaligus pimpinan redaksi, Jamal D. Rahman memberikan ulasan terhadap 14 sajak tersebut inilah kata cinta Jamal D. Rahman...

Barangkali tak ada yang lebih mempesona dibanding cinta. Barangkali tak ada yang lebih abadi dibanding cinta. Cinta adalah sesuatu yang penuh misteri, mengandung keagungan, namun ada kalanya juga mengandung kenistaan. Cinta telah mengilhami banyak sastrawan, seniman, bahkan penguasa, untuk melahirkan karya yang mengagumkan, baik karya sastra, musik, film, drama, maupun arsitektur. Siapakah yang tak pernah tergoda oleh cinta yang penuh rahasia itu.

Tidaklah mengherankan jika Eko Putra menulis sejumlah puisi bertema cinta. Eko tampak berusaha menghayati cinta dalam pengertiannya yang relatif umum, dari cinta kepada lawan jenis, cinta kepada orangtua, hingga cinta kepada Tuhan. Dengan demikian, Eko menempatkan cinta dalam lanskap yang luas, dan karena itu dia tidak hanya menyatakan cinta kepada seseorang, melainkan merenungkan cintanya sendiri. Seakan dia berbicara pada dirinya sendiri.

Puisi-puisi Eko Putra terasa ekspresif, namun kadangkala terasa kontemplatif juga. Puisi Eko terasa ekspresif dalam arti puisinya mengungkapkan perasaan yang penuh gejolak, perasaan yang tak bisa dibendung oleh karena cinta yang meluap-luap.
Misalnya puisi "Sang Pengantin" ini :

masuklah segala cinta itu
di antara bulu-bulu rembulan
dimana kita akan selalu berpegangan
dalam cinta yang semakin dalam

Misalnya lagi puisi "Mengapa Kau Menantiku" berikut ini :

Cha, hari mulai gelap
selimuti hatimu dengan tanganku

karena dingin yang menggumpal
di dadamu, adalah sunyi
yang menari di musim berlariku

mengapa kau menantiku
dalam sajak, dalam sukmamu

Di sini terasa aku-lirik ingin mengungkapkan perasaannya khususnya kepada seseorang yang dicintainya.

Sementara itu, puisi Eko kadangkala terasa kontemplatif, dalam arti sekana dia "hanya" ingin merenungkan sendiri perasaan cintanya, bukan karena perasaan meluap-luap yang tak bisa dibendung, melainkan karena dia memang ingin menghayati kedalaman cintanya sendiri. Atau dia ingin menikmati perasaan cintanya sendirian.
Misalnya puisi "Kwatrin Malam" berikut ini :

hanya suara petikan gitar
dan nyanyi sepiku yang bergetar
seperti sayup tak terdengar
tentang gelisahku yang terkapar

Ada kalanya seseorang memang tak ingin mengungkapkan cinta, melainkan sekedar bergumam tentang perasaannya sendiri. Dan, meskipun menuliskannya dalam puisi, dia mungkin tak ingin gumamannya didengar orang lain.

Yang menarik dari puisi-puisi Eko adalah kelihaian kawan kita ini dalam menjadikan hampir semua hal di sekitranya sebagai metafor, yang dengan baik digunakannya sebagai peralatan dalam mengungkapkan sesuatu. Demikianlah cahaya lampu, taman kota, laut, garam, pantai, pohon bakau, ombak, pengantin, bulan, sungai kecil, harapan, api, dan lain sebagainya digarap dengan cukup hati-hati, sehingga semuanya berfungsi sebagai metafor yang secara keseluruhan membangun suasana dan makna tentang cinta. Dengan metafor yang kaya ini, ditambah lagi dengan sejumlah suasana yang dibangun dalam puisi, menjafi kaya pulalah cara Eko Melukiskan cinta. Cinta barangkali sesuatu yang "tunggal." Namun dengan bahasa dan metafor yang berbeda-beda, "ketunggalan" cinta seakan terpecahkan menjadi "keragaman" yang amat kaya, menjadi "keberbagaian" yang melimpah dan indah.

Hal itu telihat juga dalam puisi cinta untuk kedua orangtua. Misalnya puisi untuk ibu berikut ini :

dalam sepi ini, mama
aku memagut airmatamu
dalam bongkahan rindu
temapat segala mataair dan cinta
membaur membeku...

Juga puisi untuk ayah berikut ini :

(sudah jam sebelas malam
suara bergetar di daun pintu

ternyata hanya angin
bukan dirimu)...

Baik puisi untuk ibu maupun untuk ayah sama-sama berbicara tentang kesepian aku-lirik. Yang pertama karena jauh dari ibu; yang kedua karena jauh dari ayah. Namun Eko mengungkapkan kesepian pada hakekatnya sama dengan cara berbeda. Dengan cara berbeda itu, maka kesepian aku-lirik terdengar berbeda-beda pula. Ada banyak suara untuk hanya satu hal.

Dengan kata lain, dengan cara berbeda-beda dalam mengungkapkan sesuatu dan dengan menggunakan metafor yang beragam secara cermat, puisi-puisi Eko memberikan nuansa yang cukup kaya tentang satu hal, yaitu cinta. Dan itu tentu membuat cinta yang dikemukakannya jadi kaya nuansa. Salam.



1 komentar:

Pa'al mengatakan...

teruskan raungan mu tentang cinta dalam cinta, agar echonya terdengar sampai ke pelusuk dunia...tahniah!!