22/02/08

Tirakat

Aku meronta
meraung
mencakar semua sunyi
seakan tumbuhlah bunga risa di tanah subur
pada sejuta emosi yang mengepung titik inskripsi
bagaikan ekor waktu
menusuk jantung
melesat dalam anyir darah dan menggumpal dalam munajat kosong
melebur di antara peluru peluru
memaksaku, merobek, mengerang dan bicara

Saat kelahiran datang menjemput bacaan
mengalir dan berdarah
semakn sakit menahan kerinduan
oleh semua rontaku
ah
aku sesmakin meronta
menyiksa diri dalam bait bait raung

Ketakutan yang kuingat
seperti tangis seekor serigala yang menunggu sekerat daging
semua terluka
kemudian aku berlari
tak hiraukan suara angin
Tanpa sepatah kata
kupaksa
kubelokkan arah hingga berhembus menemani suaraku
dan kulihat baru batu tak mampu bicara
ketika ku ajak bicara

oh

semua risaslah yang berputar
mengapa hendak kutulis ?
mengapa mesti tertulis ?
pada raungku yang ronta
entah rindu, entah risau
tak peduli merambah semua jalan
bagai dongeng dalam manuskrip kuno, cerita klasik dan fantasi zaman
mengajak diriku buat meraung
meronta
tinggalkan jejak jejak
dan berkiblat
kadang berdiri
kadang terbaring

Mengapa hidup mesti bersyair ?
mencari arti dan menunngu
WAHAI
Kau yang menguasai
dengar suaraku meronta menjadi degup
dan kutukan yang mengepungku

Dan adalah kehilangan diri
mencoret sisi lain
mengulang membelakangi amsal
bertepuk
bersorak
jingkrak jingkrak
MELEPASKAN

rinduku
risauku
sepiku
sunyiku
heningku
kosongku
putusku
damaiku
tenangku
cintaku
pada setangkai hasrat yang memburu
berderak memecah kelonggaran pertanyaan
pergi melawan ramalan tentang tanah subur
dan kembali pada ingatan
karena aku hanya substansi
Yang lahir sendiri
buat bernyanyi dalam rintihan
berupa kebingungan
tentang memoar
dan rangkaian pencarian yang masing jauh
Belajar menulis asal muasal dari mana raung
dan wujud rontaku
Sekayu, 26 Februari 2008

Tidak ada komentar: