07/01/09

lelaki penunggu sungai

malam perahu, kudirikan sebuah peradaban
tempat kehidupan terjadi dengan sederhana

begitulah, berabad-abad aku memahami sendiri
bagaimana musi bersama tujuh kehidupannya
menjadi reklamasi yang tak pernah usai untuk diucapkan
bersama kayu-kayu dari ulu yang enggan menjadi perahu
pasir bulan agustus yang menolak sebagai saksi sengketa
dan begitu banyak lagi yang mesti aku pelajari
agar peradaban yang berlaku di puing ini
mampu sejajar kembali seperti dulu
ketika, sriwijaya menjadikan temboknya
memanjang di nusantara, bahkan campa-india

dalam tigabelas musim selanjutnya
orang-orang utara melempar biji lada
orang selatan membuat keturunannya di 5 ulu
dengan peradaban itu, seharusnya kucari kehidupan itu sendiri
bersama angin yang membawa hujan dan kemarau
anak-anak seluang yang berenang ke muara
ritus masalalu dengan sisa perahunya
ladang gambir dan jagung yang memanjang di tangan sungai
semak belukar yang berubah menjadi sebuah lampu di taman kota

kucari lagi kearifan bersama musim dan pasang
tapi perahu tak lagi mendayung lajuku ke muara

Tidak ada komentar: