06/06/08

Memaknai matamu

: Yuni

di matamu, dan hujan mengeraskan airmata menuju gumpalan resah yang perlahan menepis dingin dan basah, memaknai satu persatu puisi hati dari dongeng manjamu untuk kuresapi segala trandensasi romansa, lalu kukatakan dari rembesan hujan ; berhentilah hujan, kekasihku ingin bermain menggapai tetes demi tetes kerinduan, pada sekuntum mawar yang kukenakan arti cinta untuk ia labuhi keinginan waktu.

di matamu, kekasih dengan lubuk yang semakin dalam kutampung segala ruku lekehan serasah resah, mengartikan berbagai aransemen almanak pagi, tanpa kuhenyakkan hampa sebagai keinginan para cahaya untuk memulai kegelisahanmu menuju kegelisahanku yang kian mengerjap-ngerjap di antara suir-suir halimun sehabis kau tumpahkan pada ragu di atas ubun napas ; bagaimana kuterbangkan arah ‘tuk mengajakmu melampaui ini hujan.

di matamu, coba kupalingkan jejak menapak basah yang perlahan tak diketahui bayangan perubahan mimpi, lalu kita selonjor membautkan setiap perih berlari mengendapkan tatapanmu memasuki meditasi diriku, kadang-kadang semakin manja matamu di mataku untuk mengatakan perihal berdirinya hujan yang dibawa oleh iringan langkah melawan reruntuhan pada kotaku untuk diselesaikan sebagai senandung lovista untukmu.

di matamu, kubuka alarm kerinduan sampai ia mengalir di antara retina menembus satu pertanyaan rasa, dan segala yang tersimpan dari degup memahat arti pada do’a-do’a yang kulepaskan melalui mimpi dari penantianku sebagai penantian diammu, perlahan melahirkan bacaan yang paling cinta dari indera kulihatkan pada dering denting menghapuskan kering.

di matamu kukalungkan letak mawar yang berjalan merangkai khayal, mengharapkan hujan akan reda sebagai dundai menuju bait kedewasaan, pada suatu yang saat matamu memadamkan segala jatuh resah, sebab matamu, kumaknai setiap keinginanmu dalam angan-inginku lampuskan mataku untuk matamu ; kekasih.

Tidak ada komentar: