Alarm terus berdetak menghantarkan panggilan sebelum pelajaran di waktu syafaq, pada denting penghujung halimun 4;45 a.m, menyerupai kabut di antara sebuah keadaan yang belum sempat merayuku menuju keheningan. seperti menghempaskan lubuk kekasih sebagai transkripsi pemutar waktu-waktu.
inilah meditasi yang terhenyak antara tafakur puisi, seolah memanggil rahasia hendak kemana diriku kelak meletakkan manzilah kehidupan, yang semakin menakik almanakku, membakar november-desember hingga lahir satu penghayatan tentang penundaan penaklukkan alarm.
Aku memangilmu, membuai sebuah janji dari repetisi para cahaya yang hendak mengucapkan salam pertemuan. Makin meditasikah ? di balik reruntuhan ritus-ritus belia yang menggugat arti romansa di balik mihrab kepala. Kelak di sini adalah keinginanan memecahkan ubun kata sembari mengatakan ; penyairku pada satu hening kau akan tersungkur di atas kubah perjamuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar