I.
Sekerat daging segar di airmata ibuku, tempat bola basket belajar berenang-renang dan mencecap aroma 60 derajat karbon pelarut, menuju padam matalangit sambil menjulurjulur lidahnya, untuk sarapan di waktu duha sepenggalah 9 telur donal bebek. Kadangkadang ketupat rotitawar kaldu rendang, kelak membaca arisannya di zarah tandan kurma. Seolah-olah ucapan selamat datang dari calon walikota. Aduhai, berapa inci yang mesti habis, buat kukatakan pada ibu. Bahwa matahari mencari 4 sepatu, kini dia tinggal ½ remaja. Untuk kembali ke dalam pariwara wong kito galo, bukit siguntang tinggal 7 raka’at tanjak celana kesultanan, seperti yosep yang belajar solat dan puasa. Oh maafkan matahariku. Dan mengenang Dampunta Hyang bermain asam kandis burung pingai, maka amanlah daging segar airmata ibuku.
II.
Dia berkelamin hitamputih, 100 adegan video bajakan dan kesibukan penyair kelas atas dan penyair kelas bawah. Agar kupikirkan apa bedanya. Seperti, berapa seks yang habis untuk didownload ke dalam situs dan milis, sebelum kukirim sebagai tangga lagu kekasih, dan berkata ; sungai musi akan kering dan ada seekor ikan cublang sembunyi di balik celana ( seandainya ini analogi ) ku bertanya ; guru, apakah penyair setengah atau penyair satu ? selagi almanakmu kucontek agar ada yang percaya bahwa Rumi dan Gibran adalah semega watt televisi yang kucari inci matahari, dan kita menikmati hasil potretan lucu paragraf ¾ ibu. Daging segar itu adalah jam matahari yang kehilangan sejarah masa lalu.
III.
Kekasih inilah ibuku yang daging di tubuh sejarah matahari. Kukatakan pada kalung 9 bunga untuk memilih kelaminmu, mungkin suatu waktu, kau lihat profil singkat seorang remaja, untuk memulai pariwara pada angin sejarah. Dan maafkan, bila sonata terlalu resah kesah. Sedang televisi belum tahu incinya, atau guruku yang belajar dari kotak pesan. Seakan bilakata umpama kubuka 11 halaman tentang air mawar,dan gambar pahlawan nasional rupiah. Di mana keindahan itu ? atau hanya perilaku kurang ajar dalam dongeng pulau utara. Mungkin musi adalah sepinggan daging penuh wacana, kekasih untuk membawa ceritaku.
01/05/08
Jam ½ matahari dan kelamin televisi di rumah seorang penyair
Raungan
Eko Putra
di
Kamis, Mei 01, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar