1/
Membaca dadaku, merupakan peluru angin dari halaman waktu dengan denting batu di balik misteri sungai-sungaimu. Aku memasung tradisi masamu, lewat pena di antara bukit-bukit masa lalu. Dalam meditasi nol permulaan kata, kelak rawa-rawa penuh cerita kehidupan ikan-ikanmu, setiap bukit dalam sungaimu, adalah aku terus memagari dinding dadaku yang penuh coretan. Sedasar ikan tak mampu untuk menembus catatan-catatan usang dariku. Kau atau bukit di mana jarum-jarum tengah menancap di dasar dadaku. Badan yang melebihi badanmu, terhadap ikan yang meninggalkanku untuk menyampaikan pesan dari penaku menyaksikan tatapan sajak-sajakku. O..aku adalah dinding yang terbangun dari prolog nisbi, sedangkan kau..monolog hidup dalam dadaku. Ikan kelak kembali kedasar ceritaku, dengan dadaku masih membasuh luka akibat kutukan dongeng kamuflase. Sehingga tak mungkin untukku membuka kata kunci darimu, seakan hidupku bertanya pada ikan tentang masa kanak-kanakku yang habis tak kusadari. Tentang sungai-sungaimu yang penuh saksi bersama muara dipermulaan peluruku. Aku …membacamu di balik dadaku dalam bacaan alifbatamu.
2/
Membaca dadaku, lewat janin ibu hamil dalil bilangan gelap. Adapun tentang situs pribadi milik seorang pemuda yang membaca kehidupan lain. Sementara hutan-hutan rimbun tumbuh di antara etalase gundul. Peluruku yang menjelma dalam dinding coretan, tak mampu tuk banyak bernyanyi. Diam bersama dinding dadaku, tempat ikan berenang lewat sungai-sungai waktu. Dinding dadaku ternyata kiblat untuk membaca coretan tangan para penyair, sedang darahku setitik harap mimpi dari perburuan angka-angka masa depan.
3/
Di mana jarak antaramu dan tanganku dalam sungai misteri. Ikan mulai menyelami dadaku
11/11/07
Ikan yang diam dalam dadaku
Raungan
Eko Putra
di
Minggu, November 11, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar