27/10/07

Surat Cinta...

Surat cinta buat sang pencinta

1/
Saat kutulisi surat ini..
Kugurat cerita batin dalam narasi kerinduan,yang mengalir bersama embun di antara dedaunan. Episode rindu terangkai dari wajahku untuk wajahmu. Ada burung-burung di atas pepohonan,yang menjadi teman sepermainan,gejo;ak pembatas rindu ini. Mengalir riak napas. Hembua angin yang terbang bersama harap. Cinta dalam untaian kelopak kasih,menjelma sebagai pacu kunang-kunang. Beterbangan dalam wajahku satu wajah rindu. Dari kau tahu,bahwa sajak kesepian mengalir begitu deras. Terseok-seok di antara bebatuan kata,membawa serpihan-serpihan napas. Pun sketsa ini,wujud debur dalam ragaku.
Babak demi babak menikam hasrat. Teman rindu di altar cinta. Apaka semua tahu saat kuguratkan surat ini. Api mengelora di atas pasir-pasir pergulatan. Mereka berbisik,mereka seribu mimpi yang harus kau berikan butir-butir pengakuan.
Kala naungan kerinduan terderai dalam kanvas. Wajah kita bagai kaca-kaca,tempat air mata melintas di awang raga. Bagai jerami-jerami terkapar,cintaku menatap ambang kesendirian. Berjalan tanpa bayang dalam narasi dua belas opera.
Ada cinta yang terjuntai di atas gunung-gunung pertempuran. Ada rindu merangkak bersama lumut-lumut pembuatan. Ada gejolak yang memecah keresahan. Mereka datang dalam pencarian wajahmu untuk kauku dalam akukau.
Mencumbu rayui penantian rindu di atas pentas hujan. Episode wajah cinta berantai,kala petir menggelegar. Seandainya kau tahu..nun..jauh dan lebih dalam. Surat ini dalam persemedian,penyatuan wajah rindu satu tubuh kita. Tak mungkin cerita ini tanpa pemberhaentain. Begitu dan begitu. Kalimat subjek dalam gema suara yang berlipat.
Dengarlah syair-syair yang terucap. Rajutlah rangkap agar cinta tunggal untk tiang rindu. Kapanpun..Dimensi wajahmu dalam portal darahku meresap bagai bahasa kalbu. Dia ada tiupan mata rantai lebih jauh. Kala rapat rindu ini meretas untuk cahayamu. Kupandangi cakrawala cinta dalam naungan dua ruh. Mereka jingkrak-jingkrak di atas wajah-wajah sendu. Rindu menyusur trotoar keheningan. Berlaga di gelanggang regang. Berlari walau goresan-goresan luka menghujam wajah rindu. Panggilan lonceng kebenaran,menyanyikan serenada untukmu.
Saat kutulisi surat ini..
Hias wajahmu wajah kita melahirkan kemilau tajam rumah jalanan. Cintaku datang dalam perpecahan abad. Bisu saat wajahmu kembali dalam risauku. Pun,menjelang percakapan yang teramat panjang. Padang sebilah angin untuk sebilah pedang untuk sekepal rindu. Walau segumpal kabut membayang dari wajahku dalam wajahmu.

2/
Saat kutulisi surat ini…
Jalan kerikil sepanjang landmark. Kupandang wajahmu dari wajahku. Dari cerita cinta aku bergelayutan,bagai kelelawar malam,bergugusan terbang kala wajahmu terapung dalam kawanan gerimis. Dariku untuk menuliskan sayatan rindu,menyalakan jemari yang mengacung rahim langit. Suaraku memanggil bisu wajah gerimis menusuk denting hujan pertama.
Surat ini membentang dalam parade yang kugarap bertahun-tahun lamanya. Mencintai wajahmu dari bebas batas lariku.
Aku pada kenangan angin ranting cemara. Tergerai sepi namaku untuk musim yang terganti musim semi kelopak berlalu. Yahh..kukembali seakan sebuah hari namu yang merendah dari wajahku.
Sekian kata yang kucatat jadi cerita. Sekian napas yang tersimpul jadi pacu. Sekian saat yang kurancap dalam rindu. Berangkat semua berlabuh dalam drama. Episode batu di atas daun atau opra dalam bayang senja.
Aku hanya penyair yang lahir dari pedang tiran. Aku harus biarkan wajahmu tak tersentuh dalam detik-detik yang menghinggapi sepanjang lanskap jiwa. Agar genderang cintaku menjelma perlahan-lahan,masuk perlahan-lahan,menurunkan kembali wajah yang luka. Menaikkan kembali kibar pun rasa.
Ini adalah cerita waktu yang lalu. Saat wajahmu menabur dalam langkahku. Ini adalah kabar cintaku yang gebu. Menyalami lekuk tuk kugapai. Sampai penggabungan orbit..
Dari perjalanan bintang aku bergerak terlapaskan dalam pijak. Ahkk.. walau kau tak pernah tahu. Bahwa wajahku sepotong-potong di atas kubah. Melepas kerinduanku pada kauku dalam akukau.
Lewat sekian sajak-sajak,kabut dan debupun tak aral jalanku. Tetes demi tetes. Gurat memecah serat. Lebih dari pangkalan waktu. Wajahmu mengalun bertelentangan selimut kalaku.
Hee..emm! saat kuukir cerita ini dari wajahmu menyaput gelang-gelang. Selingkar cermin tergambar wajahku atas wajah rindu.
Kaukah syair yang terus melagu,dari resahku merangkum violet.

Tidak ada komentar: