i/
dulu, tahun sembilan lapan, kau masih kelas dua di SD pedesaan
mahasiswa turun memenuhi ruas jalan
ribuan,bahkan jutaan melakukan demonstran
berteriak-teriak, katanya sih demi keadilan
katanya juga sih demi perubahan
katanya lagi eh demi pendemokrasian
eh, eh, eh, katanya selama tigapuluhduaan
di negeri kita penuh kejayaan
dan naas krisis finansial asia tidak hanya di perkotaan
malah sampai ke pelosok di pedesaan
sejak itu
birokrasi pemerintahan seperti main-mainan
ditarik-ulur melalui bermacam slogan
mulai dari bencana sampai bermacam harapan
datang silih berganti hingga muncul pemberontakan
dari timor, aceh, sampit, maluku, papua, dan poso hidup lagi penindasan
semacam sentimental keagamaan atau primordialisme kedaerahan
eh katanya di sini negara kesatuan
tak boleh bercerai apalagi ada penjajahan
maka banyaklah politisi berjanji dengan segala bualan
semacam japa mantera yang datang dari kuburan
setelah enam bulan kemudian, walah eh berantam di gedung dewan
sikut kanan, sikit kiri, sikut atas, sikut menyikut tak peduli lawan dan kawan
membiarkan duaratus juta manusia mati kelaparan
duh, aku jadi kasihan mereka lupa atau memang penuh kesengajaan
toh bukan saya membuat perjanjian. seenaknya, mereka mengatakan
dan oleh sebab itu jangan minta pertanggungjawaban
karena saya bukan dalang perencanaan, melainkan pengikut yang nrimo keadaan
kalau diminta paraf aku pasti cekatan, asalkan ada komisi untuk uang jalan
buat bekal nanti kalau ketemu anak perawan
lumayan ! bisa diajak kencan ke
dan bertebarlah video di situs internetan atau halaman depan majalah dan koran
entah cabul atau perilaku yang bikin geregetan
makanya dulu aku pernah teriak, “LAWAN !”
dan akhirnya sejarah mencatatku sebagai kegaiban
kemudian bergerak sebagai peluru pencerahan
dalam ini pun terjadi kapan,tanyakan ada apa di sembilan lapan
orang buta memimpin sehari tiga menteri reshuffle bergantian
konon katanya, ini pertama dalam sejarah peradaban
dasar dunia memang rada-rada edan, lantas ia diganti oleh perempuan
kiyai ulama jor-joran melakukan pemboikotan
katanya tidak boleh pemimpin perempuan
tapi keadaan memang bukan bicara persahabatan
eh besoknya seorang kiyai dipilih sebagai barang tebusan, supaya semua jadi kebagian
seperti sebuah misi yang dulu engkau mainkan di rentalan, semuanya harus dituntaskan.
ii/
sekarang sudah duaribu sembilan, menurut jadwal dalam kenegaraan
akan ada lagi prosesi pemilihan, dan lihatlah di sepanjang jalan spanduk, poster, reklame, bertebaran, iklan-iklan, dimana-mana bertebaran
kutahu kau secara sadar merasakan, apa yang terjadi di sekitar kehidupan
dan inilah yang perlu kau camkan ;
gunakan hakmu sebagaimana aturan
karena hidup ini adalah sebuah lakuan
pelajari dengan baik setiap lawan dan kawan
berpikirlah dengan penuh kebijaksanaan, terima setiap detik sebagai perubahan
jangan mudah dipengaruhi oleh orang yang memberi janji persahabatan
letak hidup mengarah pada satu sasaran
yakni terwujudnya semua kesejahteraan, yang menggema dari utara hingga selatan
sehingga tak ada lagi kelaparan, tak ada lagi kebodohan, tak ada lagi kemiskinan
adapun caranya mudah saja dilakukan
pancung, gantung, tembak yang melakukan penjarahan
kemudian diarak kepalanya berbulan-bulan
melintasi sawah, sungai, gunung, ladang, laut, perbukitan
setelah rakyat puas menyaksikan, antarkan pada keluarga untuk dikuburkan
bukannya melanggar HAM, tapi wujud ketegasan
supaya tak ada yang melakukan kerugian, dan bermekarlah persada di haribaan
memang, ini semacam dongeng khayalan yang selalu diharapkan
dan tak ada lagi kata “ LAWAN !” dan tak ada lagi yang menjadi korban.
2 komentar:
Ko, pada zaman reformasi ( kebablasan) ini aku "MUNTAH" melihat sosok-sosok pengecut dan munafik yang berseleweran keluar dari semasa zaman ordebaru yang berkuku besi.Berkauk-kauk kaya pahlawan. Ayo siapa berani menyuarakan "LAWAN TIRANI" dimasa ordebaru berkuasa ? Hanya abah dan beberapa seniman lainnya ! Bukan hanya pintar ngomong di warung kopi secara diam-diam tapi turun ke jalan berteriak lantang sambil mengusung keranda batu tak apa konsekwensinya masuk sel tahanan. Dan pada zaman reformasi acak-acakan ini abah tidak lagi menyuarakan "lawan tirani" tapi "MUNTAH" karena "JIJIK". Demikian Ko.
mantap kawan...
Posting Komentar