Alhamdulillah bulan ini 8 sajak saya ada di majalah sastra Horison
ini dia sajak-sajaknya...
Setelah hujan, tentang puisi tentang kelam
Bu, angan-angin kami
berdentum -dentum
menguliti
pias dedaunan di bawah
halimun
; ini upacara sebelum dingin
kawan-kawan sebagai
bunga jejamur
mengirimkan telegram
sebagai romansa sepenggalah
membaca tadarus sepatu,
topi, dasi, dan mungkin
perihal kemarahanku
menuju kenangan
Aku menolak sebagai kekasih
mengingat ubun malam
di celah kelam
dan terbunuhnya ibu
di bawah suir hujan
melubangi kerinduan
sembari mengatakan
; bagaimana segelas airmata terbang ?
kelam
dan semakin kelam
telah kelam
Ritus akan
kemana dia yang akan berjalan menuruni satu persatu anak tangga. dan tanya dalam dekapan berbagai angin, uh kemana jua langit-langit kata menangkap hayat, menuju puing-puing gugur telah tersekap siapa aku. dalam mawar atau bait air sekuntum menanggalkan sedalam-dalamnya perenungan yang terus kelam membayang.
tak ada jalan lain kecuali menjadi garis pembatas sebelum uban dan menafikan gumam dari tajuk-tajuk kedepan adalah siapa dan apa. kelak kemana dia menjawab risalah yang mesti tertampung sebagai nyeri kemana pula aneka bait di tubuh mungkin telah dalam ceritaku.
Ma'surat Subuh
membasah tubuh ini
dalam ilafi melagu
memadamkan dingin
napak
ku kuliti kisah
yang menyerak
ini jalan
lintasan penuh waktu
menggapai
pembilang tahun
di sekaan
sapa zaman
sejak pencarian
mengecup dinding pemutar
dan aku bermain
menyiangi asa
selarik amsal
kadang gelut
nyelimut
pelaguan musim
menuangkan dahaga
dalam hunus gemetar
mungkin aku akan lelah
A Pretty Love of Duffle Bear
: Catatan romansa seorang teman
dan di dalamnya
kita berselonjor
mengukir kecipak rindu
beloki riak
penuh hembusan
peluh senyum
merembes larut
berkeping tinggal dalam embun
nubuat sapa
kunyahan angan penuh angin
Romansa perahu
: Yuni
Maka saling sembunyi nama kita
dan melaut
berenang bagai ikan
mengibaskan sirip pelabuh
mungkin terlalu lelah
untuk menuju muara
sesekali berubah
menghilang
mengecup kecipak keruh
atau menuturkan sebuah persinggahan
di buih transversal
membusa
sampai tak ada lagi
munajat di gelinjang perahu
perihal nama kita
karena kita
mengayuh berbagai riak
dan tersengal
menepis arus
yang pupus
bergemuruh
Maka saling sembunyi rindu kita
Pelancong hujan
Maka resahlah yang paling resah dari tetes ke tetes dan menjadi keruh, semakin basah menetes ini tubuh penuh rahasia dan terbuka.
Dan saat ku bertanya dari puisi ke puisi dari mana ragu yang renung
Kau hanya termangu hendak menuturkan tetes yang paling basah di dalam solitude air mata. Sebab kau tahu sebelum nyata ada yang berbisik : di mana hidupmu, wahai pembangkang
Perihal Puisi
Dan terbukalah rahasia dari pintu ke pintu, tanpa menyulut kota dengan berbagai aransemen kata demi kata
Dan terbukalah hati hati yang rindu, merambah kerahasiaan kami dari tafsir ke tafsir
maka sedikit banyak yang ternganga, kembali dalam rahasia dari pintu ke pintu untuk kita bayangi.
Dan tersekaplah rahasia dari rahasia menuju pintu ke pintu, walau berbagai kata membayangi kerahasiaan menggapai renung demi renung, tanpa luka membaringkan munajat kami yang rahasia paling rahasia di atas semua bayang, dan membuka pintu kata kami, maka sedikit banyak yang terlelap adalah rahasia untuk kita selami.
Dan terbukalah, yang paling tersekap rahasia dari pintu ke pintu kata kami, walau hanya kemungkinan dalam kerahasiaan, dan bagaimana cara membuka sendiri sekapan kami, bahkan kau lupakan tafsir yang paling sederhana, dari kata demi kata untuk mendahului hidup yang kembali, dan adalah bahasa demi bahasa, rahasia untuk kita jejaki
Dan terbukalah rahasia dari pintu ke pintu, tanpa meyulut kota dengan berbagai aransemen kata demi kata, dan tersekaplah, dan ternganga hati hati yang rindu dari kerahasiaan kami menyalami pintu demi pintu, 'tuk menggapai renung demi renung karena tumpuan rahasia dari yang kembali untuk kita ketahui.
Dan tersekaplah, dan terbukalah rahasia yang paling pintu dari hati yang paling renung, tanpa luka membaringkan tirakat kami, di atas semua ruang, dan ternganga dari kerahasiaan kami menyalami ragu demi ragu, bahkan melupakan kata yang paling sederhana dari pintu ke pintu, maka sejauh mungkin tubuh harus kita miliki.
Dan pada yang terbuka, maka tersekaplah pintu dari segala pintu rahasia, tanpa rahasia dari kami, maka terbacalah tafsir dari segala tafsir untuk pembukaan pintu demi pintu, karena yang masih hidup tak perlu kita sesali.
08/10/08
Sajak-sajak saya di HORISON
Raungan
Eko Putra
di
Rabu, Oktober 08, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Selamat yaa.
Walaupun saya harus cari tahu parafrasenya untuk mengerti puisi anda. And what are duffle bears?
What's next for you? Is this your biggest achievement?
Algi (http://arugirithm1994.blogspot.com)
Posting Komentar