Epilog basah
Mengenalmu di suara basah
Birahi yang mengecup, semakin basah
Karena berapa sia-sia
Telah telungkup menanto do'a
kadang-kadang harus bicara
6 Maret 2008
La Oda
Wahai, ringkik di pahatan hujan
kini menari di punggung basah
netes
Dan saat tanah menggepal di masam muka
bahkan tersenyum simpul
Sesungguhnya garam maut telah mengukir diri
karena memabuk basahmu
O wahai
Lelaki penunggu makam
Berapa usia keringatmu, pak ?
sehingga kau hafalkan lukisan retak
di atas rumput
dan angin nisan semakin mendera
Pak, berapa banyak jasad membusuk? tangan mengecup penuh gairah
sebab pohon pohon bicara di tanda peringatan
selayak, mimpi oleh tuhan yang terus mendesah
Palembang, 7 Maret 2007
Mencari nisan
Tangan menyimpan memoar di tanah yang kadang basah kadang tandus
padahal
warna kembang itu...
seolah sikap lugu yang mungkin terjadi kemudian hari
Palembang, 7 Maret 2007
Baliho kota
Suara angin di roda kendaraan itu
mengabarkan berita kemenangan pemain sepak bola
sementara plat polisinya
mengucapkan berita kemenangan pemain basket
Siapa yang juara di sana?
Telah banyak kenangan di kota ini
dan acara seni pameran foto bareng katanya
Wah semakin seru
sepak bola akan diadu dengan basket
yang pasti si juara bukan mereka
sebab mereka membawa stiker di celana tanah air
sebelum kostum warna warni menjadikan mereka sebagai baliho
Palembang, 7 Maret 2007
07/03/08
Kutungan Geguritan
Raungan
Eko Putra
di
Jumat, Maret 07, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar