Bukankah cemoohan dari mulutmu itu
adalah duka abad yang mengering di kepalaku
bahkan atase dinding kota yang kusam
menambah kemurungan dari katamu sendiri
dan sekarang seperti daging kaleng yang membusuk di buku para pujangga
dengan beribu artikulasi yang harus membisu, berlari
Bukankah juga celotehan yang kau ukir di siaran televisi berwarna itu
adalah tangis kota
yang kau perebutkan dalam undian sepak bola
karena telah terbukti sebagai visi utama
memperjuangkan hak asasi anggota
seperti halnya baliho yang berbunyi
“ Kota harus kita benahi, maka belilah deterjen pembersi sungai Musi, dan pakailah budaya antri di sepanjang geladak kapal.”
Ada ada saja…
Kamar kos, 10 Maret 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar