Berapa lama aku hidup ? karena perutku mulai sakit, dengan jembatan tua penyaksi kota. Dua hari lagi pak RT menjengukku untuk membiayai persalinan istri ketujuh. Hidupku mulai terasa sakit, ngilu, perut tak ingin bicara padamu, jembatan melintas di punggungku. Kalaupun pasar tradisional menjual macam-macam akhlak, kelak perutku dapat beli satu. Cuma persiapan, seandainya jembatan roboh menimpa perutku. Aku ingin belajar, tinggal berapa laparmu ? beri aku sedikit, agar seminar di ruang be-ac ingin menyisakan angan-angan. Adapun malam nanti, hotel berbintang menyajikan konser taman kanak-kanak. Sungguh terlalu, tahun baru kujelang, usiaku mulai rapu. Anak-anak minta dinikahkan, dua pasang tenda menyertai, perutku menggelinjang, kau gelitik buat malam pertama. Aduh, perutku sakit ! jamu obat kuat yang diam, kalau jembatan kepanasan. Gara-gara dua hari yang lalu, kau minta hati padaku, walhasil kau kejar. Perutku menyesal menilaimu, makan malam di hotel, kami nyanyi sama-sama panggung seluas 1000 km, menggerakkan hati untuk dana kemanusiaan Aceh, Bengkulu, Yogya, Padang, bla…bla..bla… demikian proposal dari lantai II, minta diperbaiki jembatan. Perutku tersenyum, dua hari lagi pak RT menjengukku, untuk membiayai penguburan anak sulung. Lumayankan…? Dapat asuransi kesehatan, buat jaga-jaga, kalau akhlak nanti sakit. Berobat ke dokter spesialis, bagaimana menggulangi penyakit busung lapar. Kapan ? esok saja, nanti jika perutku tak kehilangan jembatan. Proposal di-clear, hee..hee, menikah bisa, hotel tertawa. Aku jadi sepasang kekasih, perempuan melayu makan gado-gado di emperan toko. Sedikit kacang panjang, telur busuk, nasi basi, lezat…, sebab perut meringis kelaparan. Dia minta kuah akhlak, penyedap rasa, dan luka hati. Biar lebih gurih..! untuk dapat saling menghargai arti kehidupan. Berapa lama aku hidup ? tolong katakana, persiapan itu lebih penting, guna menyambut tahub baru. Konser, kembang api, tukang kebun mati-matian melawan, kalau piala adipura kembali direkrut, pak presiden tahu arti akhlak. Jangan-jangan….!(^_^), baliho di atas Jakarta, mirip, bahkan sama persis dengan ukiran laying-layang anak desa, seperti Kertajaya, mungkin… karikatur majalah dinding anak-anak kelas akselerasi. Aha…! Apakah semua ini ngawur ? bolehlah sedikit, perut, jembatan,sakit, kalau bercerita yang benar saja. Perut, sekali kali, kau minta disantuni, lewat halaman depan dan baju kaos milikku. Sekarang terserah kalian, perutku ingin makan.
Sekayu, 22 November 2007
23/11/07
Aduh, perutku sakit !
Raungan
Eko Putra
di
Jumat, November 23, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar